Menjadi PNS mungkin telah menjadi bagian dari salah satu langkah untuk 'mengamankan masa depan'. Konsep seperti itu memang sudah mengakar di banyak masyarakat termasuk 'mungkin' yang ada dihadapan monitor ini. Saya bicara serba mungkin biar lebih aman saja karena kalau bicara pasti bisa berabe urusannya...hehehe..
Kembali ke bahasan awal.
Menjadi PNS saat ini harus diawali dari serangkaian perjalanan cukup panjang dan mau tidak mau harus tunduk patuh pada aturan main yang ditetapkan karena patuh pada aturan main itu adalah jalan yang benar. Sayang tetap saja ada yang 'mengangkat dagu' pada aturan main. Mereka menyebut dirinya oknum.
Mari kita tinggalkan membahas kecurangan dalam jalan menembus PNS.
Menjadi PNS diawali dari serangkaian tes yang ditetapkan panitia biasanya sesuai kebijakan lembaga yang bersangkutan. Umumnya tes yang dilakukan adalah tes tulis dan wawancara, kadang - kadang tes diskusi dan kesehatan.
Saat suatu lembaga membuka lowongan CPNS, berbondong - bondong orang berusia belasan hingga 35 tahunan menyerbu dengan segala optimisme dan harapan. Mereka mayoritasnya berada dalam usia 20 - 30 karena usia tersebut adalah range usia kelulusan kuliah setara D3 sampai S1 walaupun dalam range usia tersebut ada yang menyelesaikan S2.
Mereka gembira saat mendengar kabar 'baik' itu tiba, harapan dan optimisme bergejolak menjadi tak karuan. Saking gembiranya mereka langsung menyerbu 'source of information' untuk mendapatkan informasi yang akurat dan segera mempersiapkan diri untuk 'bertanding'.
Alhamdulillah ....! Aha !...Yess! akhirnya buka juga lowongan yang ditunggu tunggu....
itulah ekspresi sebagian dari mereka yang menyatakan diriku memenuhi syarat untuk mengikuti tes ini, aku siap tempur.!
Tapi lihatlah ada sebagian orang menggerutu dengan hati gemas.
"Buka lowongan sih buka lowongan...
Mengapa kesempatan yang sangat langka ini gugur hanya dengan 'PEMBATASAN USIA', padahal usiaku tidak jauh - jauh amat dengan yang disyaratkan beda 1 atau 2 hari atau beberapa bulan saja."
"Kami ini di bunuh sebelum bertempur, padahal boleh jadi kami adalah ahli berperang."
Itulah sebagian dari kekesalan mereka yang optimismenya dibatasi oleh 'penjara waktu'.
Ya itulah kenyataan, pahit, manis, asem, asin semuanya harus ditelan karena itu memang permen enak untuk dinikmati dengan hati yang ikhlas.
Jadi solusinya bagaimana ?
